Dear you, untuk kamu yang telah menyempatkan membuat surat yang cukup membuat hatiku terbuka bahwa aku sedang beruntung telah memilikimu, semoga keberuntungan ini tetap aku pertahankan dan Tuhan jaga apa yang telah aku tetapkan untuk dipertahankan demi kamu. Mungkin kamu sedang menunggu senam jari indah yang aku beri untukmu. Sabar, aku sedang merangkainya semoga membuatmu semakin mengeluarkan senyuman-senyuman kecil indahmu karena tulisan ini.

Bagiku, tulisan adalah gambatan terluas yang harus aku  tata rapi di ingatanu agar ia mudah ku lagi saat ku membutuhkannya. Jadi, kamu ta perlu segan untuk menuliskan surat untukku dan sering-sering seperti ini aku akan membacanya kok, semampuku dan sesempatku dalam kesibukanku meskipun pasti akan ada beberapa yang tak terbalas.


Apa yang kamu rasakan dan katakan di sana tak ubahnya seperti pepatah "bak pinang dibelah dua". Ya, rasa itu sama persis dengan apa yang ku rasakan. Aku sudah mempercayaimu kalau kamu sanggup menjaga apa yang telah kita miliki. Tenang saham jika ada beberapa oang yang menggoda dan meremehkanku, yang ku lakukan aku hanya menjaga penglihatanku dengan tatapan kalau dia tak ada dihadapanku dan menyimpan pendengaranku baik-baik. Anggap saja dia tak sedang berbicara denganku. Aku anggap dia badut hubungan kita. Ya, mereka itu hiburanku saat ku meragukab semua ini. Aku sedang melihat mereka bermain sirkus yang sedang menghibur penontonnya dan aku sedang tenggelam disana.

Aku baik-baik saja kok, kamu tak perlu mengkhawatirkan ku dan apa yang kau anggap itu tak nyaman di hadapanmu. Aku sudah nyaman denganmu, ya walaupun ada banyak ombak besar yang mengahantam, aku tetap menjadi karang menghadapi ombak sebesar apa pun itu. Begitu juga kita.

Ehm, bercakap melalui surat membuat kita semakin telihat romantis, diaman kita sedang saling ditugaskan untuk merangkai kata indah untuk memperindah hubungan yang sedang indah. Namun ada baiknya kamu jarang terlalu mendamatisir keadaan. Itu akan membuat aku semakin iba denganmu. Jangan-jangan kamu sengaja agar aku iba, lalu aku tergarak secepat mungkin menghampirimu agar rindumu terobati. Maaf, aku lancang mengatakan ini karena ya aku harus bilang seadanya dengan perasaanku.

Agh, aku semakin ditenggelamkan rindu saat membalas darimu. Bukannya aku tak ingin menerima surat ini, aku kamu selalu saja bilang kita saluing melihat keindahan bintang dan bulan yang sama, tapi kita tak sedang bersama. Anggap saja aku adalah embun pagi dan kamu adalah senja yang kita tak pernah dipertemukan dalam waktu yang sama, tapi tetap merindukan keberadaanya. Dan, bukan kita yang menetukan kapan bertemu. Tapi waktu yang menentukan kapan kita bisa bertemu.

Sudahlah aku tak ingin panjang-panjang membalas suratmu. Aku tak ningin menghabiskan tinta print-ku dan ait mata yang jatuh saat kamu sedang membaca surat ini.

"Minum jamu di terminal pakuputan, aku akan menjemputmu hingga waktu yang menentukan".

@LongDistance_R


Leave a Reply

Pennyka Trifikta Rimbi. Powered by Blogger.